Muhasabah Akhir dan Awal Tahun:
Sudahkah Kita Bersyukur kepada Allah?
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لله الْمَلِكِ الدَّيَّانِ.
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ وَاَشْهَدُ اَنْ لَا
اِلَهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ
وَ الْجِهَّةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ وَاَشْهَدُ اَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْاَنُ
اَمَّا بَعْدُ عِبَادَ الرَّحْمَنِ فَاِنِّيْ
اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ القَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْاَنِ
: إِنَّ ٱللَّهَ لَذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ
أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَشۡكُرُونَ (غافر : ٦١ (
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.
Hadirin jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah,
Sungguh, nikmat-nikmat yang Allah
anugerahkan kepada umat manusia sangatlah melimpah dan tidak dapat dihitung.
Kesehatan, harta, mata, telinga, lisan, anak yang berbakti, istri yang
shalihah, teman yang setia, tetangga yang baik dan masih banyak lagi yang lain
adalah nikmatnikmat yang Allah anugerahkan kepada kita. Meskipun demikian,
kebanyakan manusia tidak bersyukur. Bahkan banyak di antara kita yang tidak
menyadari bahwa hal-hal tersebut adalah nikmat dan anugerah dari Allah ta’ala.
Banyak pula di antara kita yang tidak mengetahui hakikat syukur dan bagaimana
cara bersyukur. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ لَذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ
ٱلنَّاسِ لَا يَشۡكُرُونَ (غافر : ٦١ (
Maknanya: “Sesungguhnya
Allah adalah Dzat yang memberikan anugerah pada umat manusia. Hanya saja
kebanyakan umat manusia tidak bersyukur (kepada-Nya)” (QS. Ghafir: 61)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Syukur ada dua macam. Ada syukur yang wajib dan ada syukur yang
sunnah. Syukur yang wajib adalah tidak menggunakan nikmat yang Allah
anugerahkan kepada kita untuk berbuat maksiat kepada-Nya. Jadi bersyukur kepada
Allah atas nikmat lisan adalah tidak mengatakan perkataan yang diharamkan oleh
Allah. Bersyukur kepada Allah atas nikmat telinga adalah dengan tidak
mendengarkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Bersyukur kepada Allah atas
nikmat mata adalah dengan tidak melihat sesuatu yang diharamkan oleh Allah.
Bersyukur kepada Allah atas nikmat harta adalah dengan tidak membelanjakannya
untuk perkara yang haram.
Adapun syukur yang sunnah adalah mengucapkan dengan lisan pujian yang
menunjukkan bahwa Allah-lah Sang Pemberi nikmat dan yang menganugerahkannya
kepada para hamba-Nya, semisal dengan ucapan al-hamdulillah.
Pemberian nikmat kepada hamba adalah murni
anugerah dan karunia dari Allah, bukan kewajiban bagi-Nya. Karena memang tidak
ada sesuatu pun yang wajib bagi-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا بِكُم مِّن نِّعۡمَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِۖ ثُمَّ
إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيۡهِ تَجۡئَرُونَ
(النحل:٥٣)
Maknanya:
“Dan nikmat apa pun yang ada pada kalian adalah
dari Allah.Kemudian jika kalian terkena mara bahaya, maka hanya kepada-Nya-lah
hendaknya kalian memohon” (QS.
an-Nahl: 53)
Hadirin jama’ah
shalat Jum’at rahimakumullah,
Sebagian
orang sama sekali tidak bersyukur. Dan sebagian yang lain bersyukur tetapi
tidak secara sempurna. Orang-orang yang sama sekali tidak bersyukur kepada
Allah adalah mereka yang takabbur sehingga tidak mau menerima kebenaran yang
dibawa oleh para nabi. Mereka tidak mau beriman kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para utusan-Nya dan juga hari akhir. Mereka
meyakini kekufuran dan menolak tauhid. Mereka ini tidak bersyukur kepada Allah ta’ala sama
sekali. Karena mereka telah meninggalkan kewajiban yang paling dasar dan paling
utama, yaitu iman yang Allah jadikan sebagai syarat diterimanya amal kebaikan.
Mereka ini termasuk yang dimaksud
dengan
firman Allah ta’ala:
وَقَدِمۡنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُواْ مِنۡ عَمَلٖ
فَجَعَلۡنَٰهُ هَبَآءٗ مَّنثُورًا (الفرقان:٢٣)
Maknanya:
“Dan Kami (Allah) menghukumi amal (yang
mereka anggap baik) yang mereka lakukan (dalam keadaan tidak beriman), maka
Kami jadikan amal mereka seperti debu yang bertebaran (tidak berguna dan tidak
diterima).” (QS. al Furqan: 23)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Allah telah memuji Nabi
Ibrahim dalam firman-Nya:
إِنَّ إِبۡرَٰهِيمَ كَانَ أُمَّةٗ قَانِتٗا
لِّلَّهِ حَنِيفٗا وَلَمۡ يَكُ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ شَاكِرٗا لِّأَنۡعُمِهِۚ
ٱجۡتَبَىٰهُ وَهَدَىٰهُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ (النحل:١٢٠-١٢١)
Maknanya:
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang
imam panutan nan taat kepada Allah serta berpaling pada
agama yang lurus. Dan ia tidak pernah termasuk orang-orang
musyrik. Dia adalah orang yang bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya.”
(QS. an-Nahl: 120-121)
Dalam kitab tafsirnya, ath-Thabari mengatakan:
“Maknanya Ibrahim tulus bersyukur kepada Allah atas nikmat
yang diberikan Allah kepadanya. Dan
dalam bersyukur kepada Allah atas nikmat- Nya tersebut, Ibrahim
tidak menjadikan sekutu bagi-Nya.” Artinya, syukur Nabi Ibrahim
kepada Allah diwujudkan dengan beriman kepada-Nya dan
tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sedangkan
orang-orang yang syukur mereka tidak sempurna adalah
mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tapi mas meninggalkan kewajiban dan melakukan
perkara yang diharamkan. Keadaan mereka di
akhirat tergantung kehendak Allah. Jika Ia berkehendak, mereka
diampuni oleh-Nya dan langsung dimasukkan surga. Dan jika Ia
berkehendak, mereka tidak diampuni oleh-Nya lalu dimasukkan
ke dalam neraka beberapa lama. Akan tetapi walau bagaimanapun,
seseorang yang mati dalam keadaan beriman, pada akhirnya
semuanya akan dimasukkan ke dalam surga.
Hadirin rahimakumullah,
Jika
keluhuran budi dan akhlak yang terpuji menuntut kita untuk membalas
sesama hamba yang berbuat baik kepada kita dengan berterima
kasih dan berbuat baik kepadanya, maka lebih utama bagi kita untuk bersyukur kepada Allah atas
nikmat-nikmat yang dikaruniakan-Nya kepada kita. Imam al
Junaid pernah ditanya tentang apa itu syukur. Beliau
menjawab:
اَنْ
لَا يُعْصِى اللهُ بِنِعَمِهِ
“(Syukur
yang wajib adalah) tidak bermaksiat kepada Allah dengan nikmat-nikmat-Nya.”
Seseorang
yang menunaikan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh perkara yang
diharamkan, maka ia adalah hamba yang syaakir. Kemudian, jika ia tidak
disibukkan dengan nikmat sehingga melalaikan syukur kepada Sang Pemberi nikmat,
dan ia menyadari betapa agungnya nikmat Allah yang selalu melingkupinya dan
perasaan itu semakin kokoh dalam dirinya serta ia memperbanyak amal-amal
kebaikan lebih dari kewajibannya, maka ia disebut hamba yang syakuur (pandai
bersyukur). Hamba yang syakuur lebih sedikit jumlahnya daripada hamba
yang syaakir. Allah ta’ala berfirman:
وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ (السبأ: ١٣)
Maknanya:
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang mencapai derajat syakuur” (QS.
Saba’: 13)
Jadi,
orang-orang bertakwa yang bersih dari dosa dan tidak disibukkan dengan nikmat
sehingga melalaikan syukur kepada Dzat Pemberi nikmat, adalah orang-orang yang
sangat jarang dan sedikit di antara kaum muslimin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
اَلنَّاسُ كَاِبِلٍ مِائَةٍ لاَتَكَادُ تَجِدُ فِيْهَا
رَاحِلَةٌ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Maknanya: “Umat manusia itu ibarat
seratus ekor unta. Hampir tidak kamu dapati di antara mereka yang layak untuk
ditunggangi dalam perjalanan jauh.” (HR. Muslim)
Dalam hadits ini terdapat sebuah
isyarat bahwa kebanyakan orang memiliki kekurangan. Sedangkan orang-orang mulia
yang zuhud terhadap dunia, mengejar kebahagiaan akhirat dan memenuhi syukur
dengan sempurna, jumlah mereka sangat sedikit. Orang-orang pilihan tersebut
ibarat satu unta yang layak dijadikan sebagai hewan tunggangan, di antara
sekelompok unta yang ada. Satu unta ini yang bagus dan layak dikendarai untuk
perjalanan jauh di antara sekelompok unta tersebut.
Ma’asyiral Muslimin
rahimakumullah,
Demikian khutbah singkat pada siang
hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita
semua. Amin.
اَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ
وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُالرَّحِيْمِ
Khutbah
II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَ أُصَلِّي وَاُسَلِّمُ
عَلَى سَيِّدِنَاَ مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَ عَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَهْلَ
الْوَفَا. اَشْهَدُ اَنْ لَااِلَهَ اَلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ
اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ.
اَمَّابَعْدُ فَيَا اَيَّهَا الْمُسْلِموْنَ. اُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ عَظِيْمٍ اَمَرَكُمْ
بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فقال: إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّۚ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلَى اَلِ
سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا ِبْرَاهِيْمَ
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا ِبْرَاهِيْمَ. فِى الْعَالَمِيْنَ
اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْاَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الْبَلَأَ وَالْغَلَأَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَأَ
وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَ السُّيُوْفَ وَالْمُخْتَلِفَةَ وَالشّدَائِدَ وَالْمِحَنَ.
مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. مِنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ
الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً. اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ
ذِيْ الْقُرْبَي وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِوَالْبَغْيَ. يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ اَكْبَرُ.